Tuna Terancam Punah, Pemerintah Giatkan Pengelolaan Berkelanjutan

By Admin


nusakini.com - Pencurian ikan dan penangkapan secara berlebihan di kelautan mengakibatkan spesies tuna di perairan Nusantara terancam punah. Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar mengatakan, untuk menanggulangi hal tersebut pemerintah terus giat meningkatkan tata kelola kelautan dan perikanan Indonesia yang berkelanjutan.

Strategi yang digunakan adalah dengan memerangi illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF), memberlakukan memoratorium perizinan kapal ikan eks-asing di perairan Indonesia, melarang pemindahan muatan di laut atau transshipment, dan melarang kapal asing menangkap ikan di perairan Indonesia. Utamanya dengan membatasi penggunaan alat tangkap ikan tidak ramah lingkungan.

“Purse seine, dan alat tangkap seperti trawls atau cantrang itu adalah yang paling bahaya dan tidak ramah lingkungan. Bayangkan saja panjangnya bisa ratusan kilo meter, bisa dari Jakarta hingga Semarang. Berbagai jenis ikan dan berbagai ukuran bisa ditangkap. Bahkan hingga bayi-bayinya. Bayangkan kalau ini terus dibiarkan, nelayan bisa kehilangan mata pencaharian,” ujar Zulficar dalam pidatonya di acara Katadata Forum ‘Tuna Indonesia dalam Ancaman Kepunahan’ di Jakarta, Jumat (17/2/2017) lalu.

Menurut Zulficar, pemerintah akan fokus menjalankan tiga pilar kelautan perikanan Indonesia, yaitu kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan. Menurutnya, eksploitasi laut secara berlebihan untuk mencapai prosperity atau kesejahteraan tidak akan berjalan baik jika tidak dibarengi dengan usaha konservasi berkelanjutan, begitu pula sebaliknya.

“Sebanyak 85% total ikan dunia sudah over exploitation dan over fishing. Artinya kompetisi ikan begitu besar, orientasi kebutuhan ikan begitu besar, kita ingin mendapatkan ikan dalam jumlah besar. Jadi kalau tidak dilakukan upaya strategis pengendalian akan terjadi kekacauan dalam tata kelola,” terang Zulficar.

Ia menyebutkan, ribuan kapal asing terus mencuri ikan di perairan Indonesia. Mereka bahkan melakukan kejahatan dengan melakukan duplikasi izin di Indonesia, sehingga ada sekitar 7.000-10.000 kapal asing menjarah di kelautan Indonesia setiap tahunnya.

“Kapal asing ini menyebabkan nelayan Indonesia sulit menangkap ikan. Tidak heran jika Nilai Tukar Nelayan rendah. Nelayan kita sulit bersaing dengan nelayan-nelayan lain karena ikannya sudah dihabiskan. Tingkat kemiskinan, gizi buruk, akhirnya menyebabkan destructive fishing, pengeboman ikan. Ini yang terjadi di seluruh pesisir laut Indonesia. Sehingga KKP mengeluarkan kebijakan mengusir seluruh kapal asing keluar dari Indonesia. Kenapa? Karena Indonesia harus berdaulat,” tambah dia.

Zulficar menyebut, ke depan tantangan kelautan perikanan Indonesia akan semakin besar. “Pertumbuhan penduduk sangat besar, 2050 penduduk bumi akan berkembang dari 7 miliar menjadi 9 miliar. Kebutuhan ikan berkembang luar biasa. Sementara kompetisi di bidang kelautan perikanan itu semakin ketat, semakin rapat. Kalau kita tidak lakukan berbagai upaya strategis, masa depan kelautan kita ini terancam,” tambah dia.

Berdasarkan data Indian Oceans Tuna Commission (IOTC), stok tuna di Indonesia, khususnya jenis yellowfin dan cakalang berkurang drastis. Jika tak segera ditanggulangi, keduanya terancam punah dalam 3 hingga 10 tahun mendatang.

Tuna merupakan hasil laut unggulan Indonesia. Tangkapan tuna di Indonesia menyumbang 16% produksi global. Nilai ekspor tuna tahun 2015 mencapai USD500 juta atau sekitar Rp6,7 triliun. Tuna sudah menjadi sumber penghasilan bagi jutaan nelayan Indonesia. (p/mk)